Semua orang terdampak, semua orang merasakan, semua orang gagap menghadapi pandemi. Pada bulan maret 2020 pemerintah Indonesia mengumumkan kasus positif pertama covid 19 di dalam negeri. Mengikuti anjuran Organisasi Kesehatan dunia WHO untuk tetap dirumah, menjaga jarak fisik, menggunakan masker ketika keluar rumah, dan mencuci tangan dengan sabun sesering mungkin adalah usaha mencegah penyebaran virus Covid 19. Kita dipaksa untuk beradaptasi dan tetap bertahan dengan situasi baru ini.
Pemerintah daerah kemudian mewajibkan para pelaku usaha untuk mengikuti protokol kesehatan seperti menyediakan tempat cuci tangan di depan tempat usaha mereka, dengan mewajibkan penjual dan pembeli memakai masker dan tetap menjaga jarak aman minimal 1 meter. Penyediaan tempat cuci tangan di depan rumah ternyata bukanlah hal yang baru, terdapat kearifan lokal yang disebut Padasan pada masyarakat Jawa zaman dulu yaitu menyediakan wadah air seperti gentong dari tanah liat didepan rumah mereka, dengan tujuan pemilik rumah atau orang yang berkunjung dapat mencuci tangan dan kaki mereka sebelum memasuki area dalam rumah. Setelah berjalannya waktu kebiasaan tersebut mulai ditinggalkan oleh masyarakat modern, dan kemudian muncul kembali di masa pandemi ini.
Bagaimana kemudian seniman dapat bersikap menghadapi situasi ini? Pada akhir bulan april 2020 saya kemudian mulai mendokumentasikan tempat-tempat cuci tangan yang diadakan secara swadaya oleh masyarakat disekitar tempat saya tinggal. Dokumentasi tersebut saya kumpulkan berdasarkan satu lokasi atau satu jalan, kemudian saya gabungkan dan saya susun menjadikannya sebuah monumen yang saya sebut sebagai monumen sanitasi. Tindakan membuat atau menyusun ulang jejak tersebut adalah usaha saya sebagai seniman membuat penanda bagi peristiwa hari ini, suatu peristiwa yang menuntut kebutuhan untuk merubah semua kebiasaan kita dihari yang akan datang.
Pemerintah daerah kemudian mewajibkan para pelaku usaha untuk mengikuti protokol kesehatan seperti menyediakan tempat cuci tangan di depan tempat usaha mereka, dengan mewajibkan penjual dan pembeli memakai masker dan tetap menjaga jarak aman minimal 1 meter. Penyediaan tempat cuci tangan di depan rumah ternyata bukanlah hal yang baru, terdapat kearifan lokal yang disebut Padasan pada masyarakat Jawa zaman dulu yaitu menyediakan wadah air seperti gentong dari tanah liat didepan rumah mereka, dengan tujuan pemilik rumah atau orang yang berkunjung dapat mencuci tangan dan kaki mereka sebelum memasuki area dalam rumah. Setelah berjalannya waktu kebiasaan tersebut mulai ditinggalkan oleh masyarakat modern, dan kemudian muncul kembali di masa pandemi ini.
Bagaimana kemudian seniman dapat bersikap menghadapi situasi ini? Pada akhir bulan april 2020 saya kemudian mulai mendokumentasikan tempat-tempat cuci tangan yang diadakan secara swadaya oleh masyarakat disekitar tempat saya tinggal. Dokumentasi tersebut saya kumpulkan berdasarkan satu lokasi atau satu jalan, kemudian saya gabungkan dan saya susun menjadikannya sebuah monumen yang saya sebut sebagai monumen sanitasi. Tindakan membuat atau menyusun ulang jejak tersebut adalah usaha saya sebagai seniman membuat penanda bagi peristiwa hari ini, suatu peristiwa yang menuntut kebutuhan untuk merubah semua kebiasaan kita dihari yang akan datang.